LOGO lingsar
Beranda > Artikel > Melewati Berbagai Rintangan Untuk Menggapai Mimpi, Harapan Dan Cita-Cita
Artikel

Melewati Berbagai Rintangan Untuk Menggapai Mimpi, Harapan Dan Cita-Cita

Posting oleh lingsarlobar - 22 Agu 2022 - Dilihat 231 kali

Setiap manusia pasti memiliki banyak mimpi, harapan dan cita-cita dalam menjalani kehidupannya. Setiap langkah dilakukan dengan sungguh-sungguh dan setiap aktivitas dijadikan motivasi dalam menggapai impiannya. Menjadi yang lebih baik lagi, serta menggenggam kesuksesan di masa depan adalah impian terbesar setiap manusia.

            Kehidupan yang sulit, hidup yang dihadapi penuh dengan lika-liku, menjadi orang kalangan bawah, bukanlah menjadi penghalang bagi saya untuk menggapai banyak impian,harapan dan cita-cita yang sejakkecil sudah saya impikan.

            Saya seorang gadis remaja yang mempunyai impian begitu besar, impian yang tak kalah hebatnya dengan orang sukses lainnya di luar sana. Kelak ketika saya dewasa saya ingin menjadi orang yang berhasil, orang yang memiliki masa depan yang cemerlang, dapat berguna bagi orang lain, serta menggapai salah satu tujuan yang begitu mulia yang pastinya dimiliki setiap anak yaitu membahagiakan orang tua di masa tua nya kelak.

            Berasal dari keluarga yang sangat sederhana di sebuah perkampungan yang semua masyarakatnya dari berbagai macam golongan dan berbagai kriteria sikap dan kepribadian. Di kampung inilah saya, ibu, dan 2 saudara kandung saya menjalani pahitnya kehidupan. Sejak kecil saya sudah diajarkan sulitnya mencari uang oleh seorang ibu yang begitu luar biasa tanggung jawabnya. Di kampung saya ini banyak dijumpai anak kecil yang seusia dengan saya yang mana mereka memiliki banyak waktu untuk bermain setelah pulang sekolah. Namun, hal itu berbeda dengasn saya. Sejak duduk di bangku SD saya mencari uang bersama dengan ibu. kami bekerja sebagai pemulung (pengutip barang-barang bekas). Memulung memang pekerjaan yang rendah dan terhina. Namun, saya tak merasa malu karena mulung adalah pekerjaan yang halal. Mungkin karna usia saya yang masih terlalu kecil sehingga saya belum mengerti apa arti kata malu.  Saya menjalani aktivitas ini dengan penuh semangat. Berjalan di pinggiran jalan dengan terik panasnya sinar matahari, sinarnya yang begitu dahsyat dapat membakar kulit halus seorang anak yang semangatnya berkobar-kobar seperti api.

            Seorang anak kecil yang perasaannya masih labil dan tidak tetap. Terkadang saya malu dan merasa sedih ketika banyak teman yang menggatakan saya sebagai pemulung atau tukang botot. Tetapi ketika anak-anak yang orangtuanya lengkap dan hidup dengan serba kecukupan  mengatakan seperti itu, saya hanya diam dan mengadu di pangkuan ibu saya. Bahkan ketika saya mulung saat itu saya melihat ada banyak teman yang sedang asyik bermain secepatnya saya berlari mencari tempat sembunyi agar mereka tidak melihat. Walau memulung bukan berarti saya meninggalkan tugas sebagai pelajar. Saya harus tetap belajar, mendapatkan nilai rapot yang baik dan melanjutkan ke sekolah menengah pertama (SMP) di salah satu sekolah negeri yang telah menjadi salah satu sekolah favorit di daerah kampung saya adalah mimpi dan harapan ketika saya masih SD.

            Saya menamatkan SD pada tahun 2008, dan pada  saat itu NEM yang saya terima tidak memungkinkan saya untuk masuk ke SMP favorit itu. Hal ini mungkin karena saya bukan termasuk salah satu siswi yang pintar, siswi yang tidak memiliki prestasi yang bagus di masa sekolah SD dulu. Namun, karena besarnya harapan saya untuk bersekolah di SMP itu, lagi-lagi ibu saya berusaha sebisa mungkin agar anaknya bisa menjadi salah satu siswi di sekolah favorit. Akhirnya, dengan usaha seorang ibu, saya dapat masuk ke sekolah itu dengan jalan membeli bangku tambahan. Begitu besar pengorbanan dan kasih sayang seorang ibuKasih sayang ibu sepanjang jalan yang tiada putusnya. Menjalani hari-hari menjadi seorang siswi SMP. Saya tak meninggalkan aktivitas sebagai pemulung. Namun, dengan bertambahnya usia rasa malu saya mulai timbul dan saya mengerti apa arti kata malu. Dengan usia yang mulai beranjak remaja saya sudah mengerti betapa besarnya peran dan tanggung jawab ibu dalam keluarga kecil kami. Beliau seorang ibu sekaligus seorang Ayah, beliau yang bekerja sendiri karna sejak saya SD Ayah dan ibu sudah bercerai. Ayah meninggalkan kami tanpa memikirkan anak-anaknya yang masih membutuhkan banyak biaya dan kasih sayang serta perhatian darinya. Di samping sebagai pemulung, ibu saya juga bekerja sebagai buruh rumah tangga di rumah-rumah orang berada. Terkadang di waktu libur saya membantu ibu menyelesaikan tugasnya agar cepat selesai dan kami dapat melakukan aktivitas lainnya. Bagi saya waktu adalah uang, setiap menitnya waktu yang terbuang sama saja kita membuang atau menghamburkan uang begitu saja. Orang mana yang mau membuang uangnya begitu saja. Dan waktu adalah pedang, jika kita lalai dalam waktu maka pedang itu sendiri yang akan menebas kita. Jalanilah kehidupan ini dengan segala aktivitas yang bermanfaat dan positif, jangan sia-siakan waktu mengalir begitu saja tanpa menghasilkan manfaat bagi kita dan orang lain.

            Salah satu SMA negeri yang menjadi favorit semua orang di kalangan itu menjadi motivasi saya untuk lebih giat belajar. Salah satu sekolah yang melahirkan siswasiswi berprestasi dan menghasilkan generasi masa depan yang kelak bermanfaat bagi bangsa dan negara. Hanya dengan generasi muda yang cerdas dan berprestasilah bangsa dan negara ini akan tetap kokoh, masa depan bangsa dan Negara di tangan generasi emas Indonesia.

            Menjadi seorang wanita bukan berarti kita lemah dan tak dapat membela diri sendiri serta orang lain, maka saya bermimpi untuk mengikuti kegiatan karate. Mimpi itu tercapai, saya mengikutinya di masa SMP hingga akhirnya pengangkatan atau penaikan sabuk yang diadakan antar sekolah satu kabupaten dan saat itu juga saya menyandang sabuk hijau. Karena dalam hidup ini saya tanamkan prinsip jika kita ada kemauan pasti ada jalan. Niatkan semua yang kita impikan dan berusaha lah pasti ada jalan untuk kita.

Di masa SMA saya dan ibu meninggalkan kerjaan mulung dan kami membuka pekerjaan baru yaitu berjualan . setiap hari saya membawa berbagai makanan untuk dijual ke kawan-kawan sekolah sedangkan ibu berjualan sarapan pagi. Di masa SMA inilah saya mulai merajut cita-cita saya. Menjadi seorang direktur BUMN dan di samping itu menjadi seorang pengusaha. Jika dilihat dari keadaan keluarga saya memang tidak mungkin seorang gadis pemulung dan seorang penjual makanan jadi seorang direktur dan pengusaha. Namun saya menutup rapat-rapat tirai masa lalu itu, saya harus tetap berusaha seperti pepatah mengatakan “ MAN JADDA WAJADA “ siapa yang bersungguh-sungguh pasti mendapat.

            Program studi ilmu sosial adalah pilihan yang saya ambil ketika saya SMA. Di masa SMA ini pula saya mulai memupuk rasa cinta saya terhadap membaca. Banyak sekali buku yang disediakan oleh perpustakaan sekolah yang dapat mendatangkan ilmu. Karena buku adalah jendela ilmu dengan membaca kita mengetahui perkembangan dunia. Semua kerja keras saya ini saya lakukan dengan sungguh-sungguh demi mencapai impian saya yang selanjutnya yaitu melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi. Dalam keadaan ini saya ingin sekali merasakan suasana kuliah, tapi saya berpikir apa saya bisa? Sedangkan keadaan keluarga saya seperti ini. Jangankan untuk kuliah, untuk biaya SMA saja saya dan ibu harus kerja keras dengan dibantu berbagai jenis bantuan dari sekolah. Namun kata putus asa tidak ada pada diri saya , saya harus tetap bersungguh-sunguh dan terus bersabar. Kaerna menurut buku yang pernah saya baca mengatakan “MAN SHABARA ZHAFIRA” siapa yang sabar pasti akan beruntung. Saya bersabar menjalani hidup ini karna saya yakin bahwa nantinya saya akan memetik buah keberuntungan. Dengan kerja keras saya di SMA saya pernah mengikuti Olimpiade Geografi tingkat kabupaten meskipun hasilnya tak menyandang juara.

            Cerita dan berita mengenai perguruan tinggi sedang ramai diperbincangkan di sekolah. Sampai akhirnya ada berita mengenai beasiswa BIDIKMISI. Senang mendengarnya karena dengan beasiswa ini mungkin saya akan bisa melanjutkan kuliah. Dan akhirnya saya mencoba untuk mengambil beasiswa itu.

            Hari terus berlalu sampai pada akhirnya dengan mengucapkan rasa syukur dan terimakasi kepada Tuhan, pada waktu pengumuman dengan rasa tak percaya tapi inilah nyatanya, ternyata saya diterima di USU dengan program studi EKONOMI PEMBANGUNAN. Ibu dan 2 saudara saya sangat bangga, namun di sisi lain banyak pula orang yang mengatakan ini dan itu , salah satu perkataan mereka yang tak pernah saya lupakan yaitu “Apa bisa anak tukang jualan sarapan, cuma ibunya yang bekerja cari uang mau kuliah ke USU di kota Medan?“ Namun saya dan ibu tidak ada mengambil sedikit pun respon dari perkataan mereka. Begitulah orang ketika kita senang ada orang yang sedih karna tidak senang dengan kesenangan kita. Aristoteles pernah berkata “Ketika kamu berhasil teman-temanmu akhirnya tahu siapa kamu, ketika kamu gagal kamu akhirnya tahu siapa teman-temanmu”. Gerbang kesuksesan yang telah  terbuka sedikit demi sedikit bisa saja akan tertutup jika saya lalai dan menghiraukannya. Akan saya jalani hidup ini dan terus membuka lebar gerbang itu agar saya masuk pada ruang kesuksesan itu, biar orang berkata apa pun itu yang penting akan saya buktikan kepada mereka bahwa saya bisa. Saya pergi untuk kembali, pergi kota Medan dan kembali dengan membawa mimpi dan cita-cita yang sudah saya dapatkan.  Mimpi yang besar akan membuat saya bersungguh-sungguh, meskipun hidup yang dilewati banyak keterbatasan. Ada cahaya terang yang menghiasi jalan kita menuju semua impian itu. Mimpi dan harapan yang besar akan menjadi motivasi kita untuk tetap tegar, tataplah  masa depan mu yang cerah yang telah lama menunggu kedatangan mu. masa depan yang cerah tidak akan pergi, jika kita memiliki tekad yang kuat untuk datang menggapainya.

 

Sumber : https://www.gamadiksiusu.or.id/2020/05/cerita-inspiratif-melewati-berbagai.html